Tulisan ini akan cukup panjang jika dibuat dalam satu tulisan, jadi insyallah akan dibuat dalam dua tulisan.
Pernyataan Menkominfo, Tifatul Sembiring, untuk mengeluarkan aturan teknis penyadapan di bawah naungan Departemen Komunikasi dan Informatika menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak. Sebagian besar pihak yang menentang mengganggap aturan teknis yang nantinya berbentuk Peraturan Pemerintah akan melemahkan wewenang KPK. Atau dengan kata lain menghambat penegakan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Sebenarnya, aturan tentang penyadapan telah diatur dalam UU No 32/1999 tentang Telekomunikasi dan UU No 11/2008 tentang ITE, bahwa penyadapan merupakan tindakan yang dilarang kecuali diatur secara khusus melalui peraturan perundang-undangan.
Dalam UU No. 32/1999 tentang Telekomunikasi, pasal 41 dan 42 disebutkan
Pasal 41 :
Dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi dan dapat melakukan perekaman informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 42:
(1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.
(2) Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas :
a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Sedangkan dalam pasal 31 UU No. 11/2008 tentang ITE, disebutkan:
(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain. (2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sebelumnya juga, telah dikeluarkan Peraturan Menkominfo, PM No 11/Per/M.Kominfo/2006 tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi. Dimana penyadapan informasi diperbolehkan berdasarkan azas dan tujuan yang telah diatur seperti, perlindungan konsumen, kepastian dan penegakan hukum, dan keamanan informasi. Serta ditujukan bagi penyidikan, penuntutan, dan peradilan tindak pidana.
Dalam pelaksanaannya, dibentuk suatu tim pengawas yang terdiri dari unsur direktorat jenderal, penegak hukum, dan penyelenggara telekomunikasi. Wewenang tim pengawas terbatas pada penelitian legalitas surat perintah tugas aparat penegak hukum. Namun, dalam implementasinya peraturan ini tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Terbukti tidak adanya tim pengawas selama ini yang menilai legalitas dan tidak adanya aparat yan mengajukan ijin penyadapan. Baik KPK maupun Polri bebas melakukan penyadapan tanpa perlu meminta ijin terlebih dahulu. Maka tak heran jika kemudian KPK merasa bahwa wewenangnya akan dikebiri jika RPP ini diberlakukan.
Jika merujuk pada Undang-Undang maka aturan tentang teknis penyadapan perlu diberlakukan agar penegakan tindak pidana korupsi terlaksana sebagaimana mestinya. Tapi perlu dilihat dahulu bagaimana isi dari RPP tersebut agar proses penyadapan berlangsung tanpa birokrasi yang berbelit-belit.