Mahkamah Konsitutusi (MK) memutuskan memperbolehkan pemilihan umum dengan sistem elektronik atau E-Voting. MK menilai, sistem E-Voting bisa menjadikan pemilihan lebih efisien, efektif, meminimalkan dugaan pelanggaran, serta meningkatkan kualitas pemilihan umum. Putusan tersebut ditetapkan tanggal 30 Maret 2009.
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa e-voting adalah konstitusional dan dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas Pemilu yang luber dan jurdil. Meskipun demikian, pelaksanaan e-voting harus berdasarkan pertimbangan objektif yaitu kesiapan penyelenggara pemilu, masyarakta, sumber dana dan teknologi, serta pihak lain yang harus dipersiapkan dengan matang serta memenuhi syarat kumulatif yaitu:
- Tidak melanggar asas luber dan jurdil
- Daerah yang menerapkan metode e-voting sudah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia, perangkat lunak, kesiapan masyarakat daerah bersangkutan, dan persyaratan lain yang diperlukan.
Hadirnya putusan ini bermula dari permohonan uji materi Bupati Jembrana, Bali, I Gede Winasa dan 20 kepala dusun di kabupaten tersebut terhadap Undang-Undang Pemerintah Daerah, terutama Pasal 88. Selama ini, Kab. Jembrana telah berulang kali melaksanakan pemilihan kepadala dusun secara e-voting seperti di dusun Samblong Desa Yeh Sumbul Kecamatan Mendoyo Jembrana. Pelaksanaan e-voting terbukti berjalan lancar tanpa adanya ketidaktertiban dan pelanggaran sehingga kemudian e-Indonesia menganugrahkan E-Goverment Award pada kabupaten ini. Kabupaten tersebut juga telah menerapkan e-KTP atau KTP yang telah terintegrasi dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). E-KTP tersebut mendukung pelaksanaan e-voting dimana tidak diperlukan lagi surat pemberitahuan terdaftar dalam daftar pemilih, undangan, dan tanda bahwa telah memberikan pilihan.
Latar belakang pelaksanaan e-voting di Kab. Jembrana adalah adanya permasalahan yang timbul pada sistem konvensional yaitu banyak pemilih tidak terdaftar, kesalahan dalam memberi tanda pada kertas suara yang berakibat pada ke-tidaksah-an suara, proses pengumpulan kartu suara berjalan lambat, prose penghitungan suara berjalan lambat yang berakibat pada keterlambatan tabulasi suara, akurasi tabulasi suara kerap salah, dan kurang terjaminnya kerahasiaan dari pilihan seseorang.
Dari permasalahan tersebut dilaksanaka e-voting yang melalui dua tahapan yaitu:
- Verifikasi pemilih, yang memastikan bahwa pemilih terdaftar di DPT. Proses verifikasi cukup dilakukan dengan men-scan KTP yang telah tertanam chip RFID (Radio Frequency Identification) untuk memastikan bahwa pemilih adalah warga terdaftar dan belum memberikan pilihannya.
- Voting atau pemilihan
Alur pelaksanaan seperti gambar berikut.
(sumber Kab. Jembarana)
Meskipun canggih, pemerintah Kab. Jembrana mengatakan bahwa masih ada beberapa kelemahan pada sistem ini yang masih terus diperbaiki dan dikembangkan. Permasalhan yang dihapapi diantaranya tingkat keamanan sistem yang digunakan saat ini (e-voting Kab. Jembrana menggunakan Diebold System), penggunaan internet yang rentan terhadap cracker, dan penggunaan software yang belum dapat diaudit sehingga muncul kekhwatiran manipulasi hasil pemungutan.
Dengan adanya keputusan MK dan Undang-Undang ITE diharapkan dapat mendukung pelaksanaan e-voting yang scalable, accuracy, auditable, dan secure.